Sunday, February 16, 2014

Menyusuri Jalur Pantura

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya olehku untuk menyusuri jalur Pantura (pantai utara pulau Jawa) di kegelapan malam, he..he dramatis banget kata-kata pembuka tulisan ini, mungkin bagi pembaca yang biasa mudik lebaran di pulau Jawa, cerita ini basi banget, tapi bagiku ini pengalaman pertama, sehingga tulisan ini layak diabadikan di blog :)

Tanggal 11 - 13 Februari 2014 aku mengikuti training yang diadakan di hotel Sheraton - Surabaya, peserta training datang dari berbagai lokasi asset yang ada di PT Pertamina EP. Sebenarnya aku tidak terdaftar sebagai peserta training ini, namun karena ada teman kantor yang sudah terdaftar namun tidak bisa ikut, aku menawarkan diri untuk menggantikannya, he...he, maklumlah sudah lama nggak ikut training, apalagi lokasinya di Surabaya, sekalian pengen jalan-jalan melewati jembatan Suramadu untuk beli batik Madura.
Aku berangkat ke Surabaya hari Senin tanggal 10 Februari 2014 setelah jam kantor dengan pesawat Garuda dan dijadwalkan pulang ke Jakarta hari Jumat tanggal 14 Februari 2014. Karena suamiku juga pengen banget untuk bisa melintasi jembatan Suramadu, aku mengajaknya untuk menyusulku ke Surabaya agar kami bisa sama-sama ke Madura, setelah acara trainingku selesai. Suamiku sampai di Surabaya hari Rabu sore.

Acara training berjalan lancar sampai hari Kamis sore termasuk latihan penanggulangan tumpahan minyak di lapangan yaitu di Telaga Ngipik, Gresik milik PT Semen Gresik. Kedatangan suamiku ke Surabaya ini ternyata memberikan hikmah tersendiri untukku dalam menghadapi ketidakpastian kepulangan ke Jakarta karena ditutupnya bandara Juanda akibat letusan Gunung Kelud (lihat gambar di bawah ini yang dikutip dari website majalah tempo).

Pada hari Jumat pagi itu, kami sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Madura.  Kami tidak tahu telah  terjadi letusan gunung Kelud pada hari Kamis tanggal 13 Feb 2014 malam hari, karena kami tidak menonton TV dan juga belum membaca surat kabar. Ternyata debu letusannya ikut mampir di beberapa lokasi di pulau Jawa termasuk kota Surabaya. Udara kota Surabaya hari Jumat pagi itu berkabut debu, begitu pula halaman hotel Sheraton dan mobil-mobil yang parkir terlapisi oleh debu berwarna putih ke abu-abuan.

Sesuai rencana semula, kami tetap berangkat ke Madura dengan menyewa taxi blue bird sambil  memonitor perkembangan letusan gunung Kelud terutama terkait keberangkatan kami ke Jakarta yang dijadwalkan hari Jumat sore pk 15.50. Walaupun kami telah mendengar berita bahwa pada Jumat pagi tersebut beberapa bandara telah ditutup termasuk bandara Juanda, tapi kami masih menunggu dan berharap bahwa Jumat siang bandara dapat dibuka kembali, sehingga saat itu kami belum merencanakan peralihan moda transportasi ke Jakarta.

Kami kembali ke Surabaya dari Madura sekitar pukul 11 siang, kami langsung menuju kantor Garuda, ternyata sudah terjadi antrian yang cukup panjang dari penumpang yang tidak dapat berangkat. Di sini kami memperoleh kepastian bahwa pesawat kami batal berangkat sampai waktu yang belum dapat dipastikan. Petugas menawarkan apakah kami ingin merubah jadwal atau merefund tiket yang ada. Ternyata booking pesawat untuk hari Sabtu sudah habis, yang tersedia hanya keberangkatan pada malam hari, setelah berpikir dan mempertimbangkan bahwa Sabtu malampun belum ada kepastian bandara sudah dapat dibuka atau belum. Suamiku memutuskan untuk melakukan refund tiketnya, sedangkan aku tidak,  karena tiketnya dari kantor, biar nanti travel kantor yang mengurus segala sesuatunya.

Setelah itu kami segera menuju stasiun kereta api, ternyata kami terlambat, semua tiket KA sudah habis terjual sampai hari Minggu, baru hari Senin 17 Februari ada tiket ke Jakarta. Kamipun mencoba mencari tiket ke beberapa pool bus umum, ternyata semua tiket bus ke Jakarta sudah habis. Mulailah kami sedikit panik dan berpikir mencari alternatif lainnya yaitu menunggu di Surabaya sampai bandara dibuka atau sewa mobil ke Jakarta atau merubah rute lewat jalan darat ke Denpasar dan dilanjutkan via udara ke Jakarta.

Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya kami memutuskan untuk sewa mobil saja dan menuju ke kantor penyewaan mobil, ternyata biayanya sangat mahal sekitar Rp 4 - 5 juta dan juga pemesanan mobil ini tidak bisa mendadak karena pihak car rental harus mempersiapkan mobil dan supirnya, mengingat perjalanan yang jauh dan lama, mobil baru tersedia hari Senin, waduh.

Dalam kebingungan memikirkan bagaimana pulang ke Jakarta secepat mungkin, akhirnya supir taxi blue bird yang kami tumpangi menawarkan diri bahwa dia bisa mencarikan mobil di car rental yang dikenalnya dan dia dan temannya bisa menjadi supirnya. Setelah memastikan mobil yang tersedia dalam kondisi baik dan aman, akhirnya disepakati harga sewa mobil Xenia adalah Rp 3.5 juta termasuk biaya BBM dan biaya supir, kami hanya perlu membayar biaya tol saja.

Mahal juga biayanya karena ternyata untuk sewa dari Surabaya ke Jakarta harus dihitung 3 hari dengan rincian perjalanan pergi & pulang Surabaya - Jakarta akan memakan waktu sekitar 36 jam dengan kondisi jalanan di jalur Pantura yang berlubang-lubang, plus waktu istirahat supir sedangkan sewa mobil biasanya dihitung 12 jam/hari.


Maka dimulailah perjalanan dari Surabaya ke Jakarta pada hari Jumat malam pukul 19.30, kami harus extend hotel setengah hari menunggu keberangkatan ini. Terus terang aku agak deg-degan dan sedikit takut karena kami belum pernah menyusuri jalur pantura lewat darat, apalagi di malam hari dan bersama 2 orang supir yang belum kami kenal dengan baik dan ternyata supir-supir tersebut juga belum pernah ke Jakarta, waduh gawat nih kalau sampai tersesat :) 

Untung aku berdua suamiku sehingga bisa lebih tenang, mantap berserah diri pada Allah SWT dan berdoa semoga perjalanan kami lancar dan selamat dan semoga supir-supir ini baik perilakunya dan aman cara nyupirnya. Untuk jaga-jaga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, aku minta copy kartu identitas mereka sebagai supir blue bird dan mengirimkan ke anakku di Jakarta, paranoid ya aku ... mungkin efek kebanyakan nonton film CSI dan  Law & Order :)

Ternyata jalur pantura ini penuh lubang-lubang yang sangat besar dan dalam, cukup sulit bagi supir untuk menghindarinya, sehingga kami tidak bisa tidur nyenyak karena sering terguncang-guncang di dalam mobil ketika masuk ke lubang. Alhamdulillah, setelah hampir 17 jam di perjalanan, kami sampai di Jakarta hari Sabtu siang dengan aman, selamat dan tentu saja capek banget. Kami berkendaraan nonstop kecuali berhenti di beberapa tempat untuk makan malam supir yang belum sempat makan di Surabaya, buang air kecil beberapa kali dan terakhir kami singgah di SPBU di sekitar Tegal untuk sholat subuh.

Karena perjalanan di malam hari, tentu saja aku tidak sempat mengamati keadaan kota-kota yang kulewati, sehingga aku dan suami jadi berencana untuk kembali menyusuri jalur pantura atau jalur selatan pulau Jawa pada liburan yang akan datang bersama dengan anak-anak. Demikianlah cerita singkat perjalanan Surabaya -  Jakarta yang memberi kenangan yang tak terlupakan bagiku dan tentu saja kami senang dapat berkumpul kembali dengan anak-anak pada weekend ini.

Ternyata bandara Juanda masih tetap ditutup sampai hari Sabtu malam dan malah ada beberapa pesawat yang belum bisa terbang karena tertutup debu letusan gunung Kelud, sehingga keputusan sewa mobil  yang mahal ini tidak kusesali he..he. Tak lupa terima kasih kuucapkan untuk ke 2 supir blue bird  Surabaya ini yang telah berbaik hati dan juga terbilang nekad mengantarkan kami ke Jakarta, padahal ini perjalanan mereka yang pertama kali ke ibukota Jakarta :)

Untuk semua penduduk yang menjadi korban letusan gunung Kelud, semoga tetap sabar dan tabah menghadapi ujian ini, semoga bencana alam yang terjadi di berbagai tempat di negara kita, membuat kita tambah yakin bahwa Allah SWT satu-satunya yang berhak kita sembah dan kita minta pertolongan-Nya. Semoga ujian ini membuat kita makin sadar bahwa manusia itu lemah dan tidak berdaya tanpa bantuan Allah SWT. Mari kita beristighfar mohon ampun atas kesalahan yang kita lakukan dan berdoa semoga Allah SWT mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada bangsa Indonesia dan tidak terjadi lagi bencana alam yang menimbulkan kerugian yang besar bagi penduduknya. Aamiin Ya Rabb.

Salam Ina