Tuesday, April 21, 2020

Rempah-rempah

shutterstock_83327908.jpg
Sewaktu merapikan buku bacaan yang diletakkan di KM/WC he...he, ketemu materi berupa postcard yang diperoleh beberapa tahun lalu ketika ada pameran di Bintaro Exchange Mall. Mungkin bukan merupakan kebiasaan yang baik dan benar untuk membaca di KM/WC, namun karena sering kali kami membutuhkan waktu yang lama untuk urusan BAB/BAK ini, rasanya sayang kalau waktu terbuang percuma sehingga koran dan majalahpun diletakkan di dalam KM/WC sebagai bahan bacaan mengisi waktu luang tersebut.

Nah postcard-poscard tersebut berisikan kisah tentang rempah-rempah, bagus juga ... sebagian ditulis ulang di blog ini. Sejarah menyatakan bahwa rempah merupakan komoditas penting bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia dikenal di dunia Internasional .. bahkan bisa dikatakan rempah-rempah merupakan salah satu daya tarik bagi penjajah untuk mengusai negeri tercinta ini. 

Definisi rempah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah berbagai jenis hasil tanaman yang beraroma dan berasa kuat seperti pala; cengkeh; lada untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan. Beraroma merupakan kata kunci sebagai pembeda rempah dengan jenis tumbuhan lainnya.

Rempah utama yang paling dikenal antara lain adalah pala (myristica fragrans), lada (piper ningrum) dan cengkeh (sizygium aromaticum) selain kayu manis (cinnamon zeylanicum), kayu cendana, kamper, damar dan berbagai jenis rempah lainnya. Meski sebagian besar berfungsi sebagai pelezat dan pemberi rasa pada makanan, pada prakteknya rempah juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet, kosmetik, obat-obatan dan pengharum.

Rempah telah merubah kebiasaan makan dunia terutama di India, Asia Barat dan Eropa. Sebuah kisah dari masa awal Masehi menceritakan seorang pria Romawi bernama Apicius telah menulis buku resep yang digunakan orang-orang kaya di Romawi yang menunjukkan penggunaan rempah-rempah dalam masakan. Kuliner Eropa yang agak hambar dan hanya bertumpu pada pemberi rasa seperti garam dan keju, juga ikut berubah sejalan dengan kehadiran rempah di sana.

Rempah juga menciptakan jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Yunani menciptakan jalur perdagangan (incense Route) dengan tujuan utamanya mencari rempah-rempah sejak 950 SM. Tome Pires dalam pelayarannya tahun 1515 menulis : Pedagang Melayu mengatakan bahwa Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk bunga pala dan Maluku untuk cengkeh dan barang dagangan ini tidak dikenal di tempat lain di dunia.

Pada abad ke 16 M, bangsa Eropa ke Nusantara untuk menguasai daerah-daerah utama penghasil rempah-rempah. Bangsa Eropa yang pertama sampai ke Nusantara adalah orang Portugis disusul dengan Spanyol dan kemudian bangsa-bangsa Eropa lainnya. Orang Belanda baru sampai ke Banten pada tahun 1596. Pada abad ke 16, belum ada satupun kekuatan yang berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Menjelang abad 17 bangsa Belanda secara bertahap berhasil mengusir para pesaing dari Eropa dan kemudian melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah dengan mendirikan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) yang memiliki kapal, gudang dan toko rempah-rempah sendiri. 

Rempah memang mengharumkan nama nusantara, namun keharuman rempah selain menjadi berkah buat bangsa, juga menjadi bencana bagi bangsa ini yang merasakan pedihnya penjajahan kolonial berabad-abad akibat rempah-rempah. 

Pada saat itu rempah-rempah juga berfungsi sebagai alat tukar atau objek perjanjian. Pada era perdagangan rempah dari abad ke 15, harga 1 pon cengkeh setara dengan 7 ons emas di Eropa. Sedangkan pada abad 16-17 Masehi, 1 kg cengkeh setara dengan 7 gram emas, 1 karung lada setara dengan sewa apartemen mewah selama 2 tahun berikut biaya perawatannya di London.

Sebuah kisah unik adalah saat Belanda berusaha mempertahankan sebuah pulau bernama Rhun yang merupakan pulau penghasil pala terbaik di sekitar Banda. Harga biji pala pada saat itu lebih mahal dari harga emas. Belanda menjaganya sekuat tenaga. Rupanya Inggris juga memiliki klaim atas pulau tersebut.
Usaha keras untuk mempertahankan pulau itu membuat Belanda bersedia menukar sebuah tanah kecil di Benua Amerika dengan pulau Rhun. Belanda mendapatkan pulau Rhun sementara Inggris mendapatkan tanah kecil di Amerika Utara yang sekarang dikenal dengan nama New York (pulau Manhattan/New Amsterdam). Ironis ya .. sekarang New York menjadi salah satu kota metropolitan sementara Pulau Rhun bak pulau tak bertuan. Perjanjian tukar menukar pulau ini dituangkan dalam Perjanjian Breda, 31 Juli 1667.

Rempah juga berfungsi sebagai status sosial, dahulu kala zaman Dinasti Han, cengkeh digunakan sebagai penyegar nafas ketika hendak bertemu dan berinteraksi dengan Kaisar Cina. Sehingga ada peraturan bahwa siapapun yang akan menghadap raja diwajibkan mengunyah cengkeh terlebih dahulu. Cengkeh saat itu adalah simbol kebangsawanan dan prestis. Cengkeh juga dipercaya meningkatkan kemampuan seksual. Hal ini telah terjadi sejak tahun 206 SM.

Cerita tentang status sosial juga berlaku untuk lada, jamuan makan yang disajikan dengan ditaburi lada menunjukkan status sosial orang tersebut. Semakin banyak lada yang ditaburkan artinya semakin kaya orang tersebut. Mereka menggunakan wadah lada yang terbuat dari perak. Rempah saat itu menunjukkan status sosial seseorang karena harganya yang mahal. Selain itu rempah juga digunakan sebagai hadiah yang berharga .. konon kabarnya Ratu Sheba membawakan hadiah kepada Raja Sulaiman (Solomon) berupa rempah-rempah dalam jumlah yang luar biasa pada abad 992 SM.

Rempah juga merupakan inspirasi dalam penemuan rokok kretek dan konservasi. Ramuan cengkeh yang ditambahkan ke tembakau merupakan penemuan tidak sengaja oleh seseorang bernama Jamhari di Kudus pada akhir abad ke 19. Cengkeh membuat rokok kretek menjadi lebih harum dan segar. Di Jepang ... minyak cengkeh digunakan dalam campuran tradisional chojiyu (1% minyak cengkeh dalam minyak mineral) .. "choji" berarti cengkeh dan "yu" berarti minyak. Chojiyu ini digunakan untuk merawat permukaan pedang orang Jepang.

Salam
Ina