Adakalanya kita merasa kesepian atau tidak bahagia walaupun saat itu banyak orang di sekitar kita apalagi ketika kita benar-benar seorang diri ... jauh dari orang-orang tercinta; bagaimana menyikapi hal ini ? kebetulan ada message dari WAG mesjid dekat rumah yang mengirimkan link dari salah satu website yaitu muslim.or.id yang cocok dengan suasana hati yang sedang tidak bahagia ... yaitu dengan merasakan bahagia denganmendekatkan diri kepada pemilik kebahagiaan yang hakiki yaitu Allah SWT. Artikel tersebut dicopy-paste saja di blog ini ... semoga bermanfaat bagi diriku dan pembaca blog ini.
Saudaraku, Hendaknya kita MEMBIASAKAN dan benar-benar MENGUPAYAKAN agar bisa bahagia ketika sendiri yaitu ber-khalwat bersama Allah. Artinya sendiri tanpa ada manusia di sekitar kita. Memang kita akan senang atau bahagia ketika bersama manusia, atau berbahagia ketika melakukan kegiatan tertentu misalnya bekerja, membaca, melakukan hobi sendiri, akan tetapi kita harus bisa berbahagia ketika sedang ber-khwalwat bersama Allah.
Saudaraku, inilah yang kita lupakan atau bahkan tidak pernah terbesit dalam benak kita, yaitu berbahagia ketika sedang berkhalwat dengan Allah saja. Baik itu ketika sedang shalat malam, shalat dhuha, i’tikaf, sebelum tidur, sendirian di motor atau mobil. Hal ini akan melatih kita untuk tetap bahagia di saat-saat sendiri yaitu saat sendiri di alam kubur, tanpa anak-istri, tanpa saudara dan tanpa teman. Hanya ditemani amal dengan rahmat dari Allah.
Perhatikan hadits di mana seseorang merasa bahagia tatkala sendiri (berkhalwat dengan Allah), dia menangis bahagia karena terharu akan kasih sayang dan rahmat Allah yang begitu luas padanya, padahal ia adalah seorang pendosa. Atau dia menangis takut kepada Allah, takut Allah tidak memperhatikannya di dunia dan lebih-lebih di akhirat yang kita sangat butuh ampunan dan kasih sayang Allah.
Terdapat tujuh kelompok orang yang luar biasa, salah satunya adalah yang mengingat Allah dalam keadaan sendiri, kemudian ia menangis karena Allah.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” [HR. Bukhari dan Muslim]
Para orang-orang shalih dahulunya sangat berbahagia dan sangat suka apabila, mata mereka bisa menangis karena Allah, karena itu adalah salah satu kabar gembira dan bukti keimanan. Seseorang tidak akan bisa sengaja atau menangis karena Allah, tetapi itu karena sentuhan iman ke hati.
Ka’ab Al-Ahbar berkata,
لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً
“Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.” [Fashul Khitab 5/501]
Bagaimana tidak bahagia, ketika menangis, ia ingat bahwa mata yang menangis karena Allah tidak akan tersentuh api neraka.
Dan sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam
عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله
“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah.” [HR. Tirmidzi, shahih]
Dengan latihan merasa bahagia ketika menyendiri dengan berkhalwat bersama Allah, kita akan terlatih juga saat-saat sendiri kelak di hari kiamat. Misalnya saat-saat sendiri di kubur, tidak ada yang menemani kecuali amalnya dan tentunya dengan rahmat dan kasih sayang Allah.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
ﻳَﺘْﺒَﻊُ ﺍﻟﻤَﻴِّﺖَ ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺍﺛْﻨَﺎﻥِ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻣَﻌَﻪُ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻳَﺘْﺒَﻌُﻪُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻋَﻤَﻠُﻪُ
“Yang mengikuti mayit ke kuburnya ada tiga, lalu dua kembali dan yang tinggal bersamanya hanya satu; yang mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, lalu kembali keluarga dan hartanya, dan yang tinggal hanya amalnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Demikian juga seseorang akan sendiri saja memikirkan nasibnya di hari kiamat. Tidak ada tempat berbagi, curhat, musyawarah dan bercerita kepada keluarga dan manusia yang lainnya, karena manusia sibuk memikirkan urusannya masing-masing, bahkan seseorang akan lari dari keluarga dan anak-istrinya karena takut diminta pertangungjawaban.
Allah berfirman,
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ ﴿٣٤﴾ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya. [QS Abasa/80:34-35]
Salah satu waktu bahagia adalah ketika sendiri dan melakukan muhasabah terhadap diri sendiri ketika di saat sepi dan berkhalwat bersama Allah. Hendaknya kita punya waktu-waktu khusus yang kita jadwal untuk melakukan muhasabah, bukan waktu-waktu sisa dari urusan dunia kita.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
ﻻﺑﺪ ﻟﻠﻌﺒﺪ ﻣﻦ ﺃﻭﻗﺎﺕ ﻳﻨﻔﺮﺩ ﺑﻬﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺋﻪ ﻭﺫﻛﺮﻩ ﻭﺻﻼﺗﻪ ﻭﺗﻔﻜﺮﻩ ﻭﻣﺤﺎﺳﺒﺔ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﺇﺻﻼﺡ ﻗﻠﺒﻪ
“Hendaklah seorang hamba memiliki waktu-waktu khusus menyendiri untuk berdoa, shalat, merenung, muhasabah dan memperbaiki hatinya”. (Majmu’ Fatawa 10/637).
Salam Ina