Baru saja tamat baca novel Gading Gading Ganesha (3G) ... tumben bisa menyelesaikan novel setebal 389 halaman dalam tempo beberapa jam saja ... seperti masa muda dulu he..he, padahal sejak berusia mendekati senja ini .. sudah males banget baca novel .. mungkin penasaran dengan ceritanya karena novel ini bertemakan lika liku mahasiswa ITB era 80an dan penulisan novel ini merupakan prakarsa dari ITB angkatan 81 dalam rangka ultah emas ITB yang rencananya akan difilmkan juga. Novel ini ditulis oleh alumni ITB angkatan 1984 yang sekarang menjadi dosen yaitu Dermawan Wibisono.
Tema utama novel 3G ini adalah persahabatan 6 orang anak manusia mulai dari sejak masih calon mahasiswa ITB yang bersama2 mendaftar di gedung BAP Jl Tamansari sampai mereka menyelesaikan sekolahnya dan berkiprah pada karirnya masing2 ... juga kisah cinta yang terjadi pada diri mereka masing-masing. Tokoh utama 3G adalah Slamet yang berasal dari desa Trenggalek, Poltak yang berasal dari Pematang Siantar, Fuad dari Surabaya, Gun Gun dari Ciamis, Benny dari Jakarta dan satu-satunya cewek yaitu Ria yang berasal dari Padang.
Novel ini membuatku senyum-senyum sendiri .. karena ada sedikit persamaan latar belakang tokoh2 tersebut dengan aku ... yang juga berasal dari desa yang sekolah di ITB. Cerita keberangkatan Slamet ke Bandung yang diantar oleh orang tua dan saudara2nya serta orang sekampung menuju terminal lucu banget .. juga cerita tentang suka duka di tempat kost dan perkuliahan kadang2 membuat kita terharu, tersenyum dan berbagai kenangan masa kuliah dulu .. suka & duka tergambar kembali.
Flash back kisah pribadiku ketika ikut test Perintis I sampai keberangkatan ke Bandung dan kisah awal bersekolah di ITB mungkin perlu juga diceritakan di blog ini untuk dibaca oleh anak2ku bahwa ... jika kita berusaha dan berdoa dengan sungguh2, Insya Allah cita-cita kita akan dikabulkanNya, kalaupun tidak sesuai dengan yang kita inginkan yakinlah bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kita ... kita sebagai manusia kadang2 tidak menyadarinya... ada banyak hikmah yang bisa dipetik untuk melangkah ke depan.
Tadinya tidak terpikirkan olehku untuk bersekolah di ITB, karena cita-citaku sebelumnya adalah ingin menjadi dokter seperti yang banyak diinginkan oleh tamatan SMA angkatan 80an dan juga para orang tua... profesi dokter itu begitu mengagumkan dan mulia :-). Aku menamatkan sekolah SMA tahun 1983 di Bireuen .. suatu kota kecamatan di kabupaten Aceh Utara ... sekarang sudah naik tingkat menjadi ibukota kabupaten Bireuen, kelak teman2 seangkatanku di ITB suka meledekku bahwa .. kota Bireuen yang spellingnya aja ruwet .. nggak ada di peta :-).
Setamat dari SMA, aku berangkat ke Medan untuk mengikuti bimbingan test dan test masuk Perguruan Tinggi, waktu itu program masuk Perguruan Tinggi ada beberapa jalur yaitu jalur Perintis I yang meliputi Perguruan Tinggi Negeri yang berada di kota2 besar seperti ITB, UI, IPB, ITS, UGM, UNDIP, UNAIR, UNPAD, USU dll, jalur Perintis III yang bersifat lokal untuk Perguruan Tinggi di kota2 yang lebih kecil seperti UNSYIAH, UNAND, UNSRI dll, jalur Perintis II untuk Perguruan Tinggi dan jurusan2 tertentu yang diseleksi melalui nilai raport tanpa test, dan terakhir ada jalur Perintis IV khusus untuk Perguruan Tinggi Pendidikan seperti IKIP. Untuk Perintis I kita bisa test di salah satu kota2 besar tersebut dan bisa memilih Perguruan Tinggi yang ada di dalam kelompoknya, sedangkan Perintis III dan IV hanya bisa dilakukan test di kota dimana Perguruan Tinggi tersebut berada.
Kembali ke ceritaku ... di Medan aku dititipkan di rumah kenalan bapakku ... anak2 mereka semuanya sukses .. ada yang sudah lulus dan ada yang sedang kuliah di berbagai Fakultas .. salah satunya di kedokteran ... melihat buku2 kedokteran yang sangat tebal dan harus menghafal banyak istilah yang rumit2 .. aku berfikir wah nggak sanggup nih kalau kuliah disini ... resikonya terlalu besar ... kalau dokternya salah karena mungkin malas menghafal waktu sekolah .. bisa2 nyawa orang melayang.
Sejak itu aku berubah pikiran .. mungkin pilih jurusan teknik aja deh .. resikonya lebih kecil karena tidak langsung berhadapan dengan objek manusia ... sehingga pada saat pengisian formulir aku mengisi pilihan pertama Teknik Kimia ITB dan pilihan ke dua Teknik Kimia USU, karena waktu di SMA aku suka dan menguasai pelajaran kimia. Pilihan ITB itu awalnya iseng aja ... karena teman2 SMAku di SMA Lhokseumawe (aku pindah ke Bireuen waktu kelas III SMA) yang menjadi teman belajar dan sainganku dalam meraih peringkat kelas mulai dari SMP pada ikut bimbingan test dan test untuk ITB di Bandung tanpa memberi kabar ke aku .. terus terang aku jengkel ... dan tidak mau kalah he..he makanya milih ITB padahal sungguh aku tidak berfikir sebelumnya untuk kuliah jauh2 ke pulau Jawa ... bahkan ortu di Bireuen menyangka aku memilih kedokteran USU :-). Untuk Perintis III di UNSYIAH Banda Aceh aku tetap memilih Fakultas Kedokteran sesuai keinginan awal dan harapan ortu dan Teknik Kimia sebagai pilihan ke dua.
Waktu pengumuman hasil test, yang lebih dulu diumumkan adalah Perintis III, aku diterima di Kedokteran UNSYIAH sehingga waktu itu aku langsung mendaftar .. untuk jaga2 kalau nggak lulus Perintis I. Saat pengumuman Perintis I ... kami yang berada di kota kecil agak kesulitan mendapatkan informasi, karena koran Jakarta baru nyampe ke Bireuen dalam waktu 2 hari dan biasanya lembaran pengumuman sudah raib. Waktu itu koran dari kota Medan seperti Waspada dan Analisa nyampe ke Bireuen pada malam hari .. bapakku nyari koran tersebut dan ternyata hanya berisikan pengumuman untuk USU ... dan namaku tidak tercantum disana, untuk berharap masuk ITB .. aku bahkan tidak berani bermimpi, wah .. nggak jadi Insinyur nih karena nggak keterima di USU.. mungkin takdirku harus jadi dokter .. padahal aku nggak PD jadi dokter .. malas menghafal dan juga takut lihat pisau dan darah.
Aku menangis sedih di pangkuan ibuku ... merasa diri telah gagal ... bapakku sampai marah .... nggak boleh putus asa .. mungkin Ina keterima di ITB .. halah begitu optimisnya bapakku ... beliau langsung ke kota untuk menelpon ke Medan (waktu itu di rumahku belum ada sambungan telpon), minta tolong ke anak pakwa kenalan bapakku yang ada di Medan untuk mencari tau pengumuman ITB. Mereka menyanggupi .. malah dengan isengnya anak pakwa di Medan itu bilang kayaknya ada tuh nama Sri Inayati di ITB, tapi nggak disimpan pengumumannya. Besoknya bapakku telpon lagi ke Medan .. memfollow up pengumuman itu, ternyata mereka bilang ada namaku tapi pengumumannya sudah sobek .. nggak apa2 pengumuman sobek itu tolong dikirim ke Bireuen ya ... titipkan di bus yang menuju Bireuen begitu bapakku mewanti2 anak pakwa.
Dengan harap2 cemas .. kami menanti datangnya sobekan kertas pengumuman tersebut, bapakku ke terminal bus dan pulang dengan membawa sobekan kertas yang hanya seukuran 10 x 10 cm dan namaku tertera di bawah jurusan Teknik Kimia urutan ke 3 setelah Parlindungan ... Evie Siahaan, hanya 3 orang yang test di Medan yang masuk TK ITB, urutan ke 4 dstnya adalah nama teman2 yang test di P. Jawa. Alhamdulillah, kami berpelukan dan shalat sunat syukur. Setelah itu mulailah kebingungan melanda ... kapan waktu pendaftarannya ... apa persyaratannya ... jangan2 sudah terlambat, kog tidak ada pemberitahuan dan kami tidak tau kemana harus mencari info tersebut. Dengan tegas bapakku mengambil keputusan, kita berangkat aja ke Bandung .. terus nanti kita datangin saja bagian administrasi dengan membawa sobekan kertas pengumuman itu... ayo siapkan segala sesuatunya ijazah, rapor dan segala fotocopy yang sudah dilegalisir, akte kelahiran dll.
Dengan diiringi doa ibu, kakak dan adik2ku juga nenek dan saudara2ku yang lain .. aku dan bapak berangkat melalui Medan dengan bus sekitar 8 - 9 jam, lalu naik pesawat ke Jakarta dan dilanjutkan naik mobil ke Bandung .. untung kami punya saudara dekat di Jakarta yang banyak membantu dan di Bandung juga ada kerabat sekampung bapakku. Waktu itu aku sedih banget berpisah dengan keluarga .. terbayang bagaimana kalau ortuku meninggal dunia .. bisa nggak aku melihat jasad mereka ... karena mungkin hanya setahun sekali aku bisa pulang karena jauh dan biayanya mahal.
Sesampai di Bandung, kami nginap di rumah kenalan dan diantar ke BAP di Jl Tamansari, waktu kami ke bagian administrasi petugasnya nanya ..mana surat pemberitahuannya .. walah kami nggak punya, terus kami hanya bisa menunjukkan sobekan kertas pengumuman itu, akhirnya petugas tersebut mempertemukan kami dengan Pembantu Rektor III dan beliau dengan bijaksana memaklumi keadaan dan keterbatasan kami dalam memperoleh informasi .. sehingga aku bisa mendaftar di ITB ... kalau nggak salah waktu itu adalah hari terakhir.
Setelah itu kami sibuk mencari tempat kost2an .. dibantu oleh mahasiswa yang berasal dari Aceh juga, akhirnya dapat di daerah Kebon Bibit Tengah .. tapi masuknya harus menunggu sebulan lagi, selama sebulan itu aku tinggal di rumah kenalan di Jl Cikaso dan belajar naik angkot ke ITB. Setelah urusan pendaftaran dan pencarian kostku beres, bapak pulang ke Aceh setelah memastikan bahwa tidak ada perploncoan di tahun pertama, jika ada plonco .. bapakku diwanti2 ibuku untuk menemani aku karena khawatir kejadian kakakku yang jatuh sakit saat perploncoan di Kedokteran UNDIP terulang. Perpisahan dengan bapak .. membuatku menangis, bapakku berpesan .. belajar yang rajin, jangan lupa shalat dan mengaji, baik2 jaga diri dan jaga kesehatan, kami selalu berdoa untukmu.
Awal kuliah di ITB sempat shock .. teman2 yang dari Jakarta, Bandung, Padang dan kota2 besar lain pintar2 banget, jadi minder nih .. terutama pada pelajaran Konsep Teknologi, ketika mid test pertama .. mungkin nilaiku yang terendah di kelas .. waktu itu aku seperti orang stress naik angkot sendirian dengan pikiran kosong ... untung tidak terjadi apa2 dan sampai ke kost dengan selamat. Aku nelpon ke ortu dan menceritakan hasil test tersebut, mereka membesarkan hatiku .. kamu pasti bisa jangan sedih.
Aku tersadarkan bahwa di atas langit ada langit lagi ... jadi nggak boleh sombong .. walaupun dulu di kampung juara terus .. juga nggak boleh putus asa .. disini lulus dengan nilai C aja sudah bersyukur banget he..he. Alhamdulillah .. tahun pertama bisa lulus dengan nilai yang tidak jelek2 amat he..he, momok DO sangat menakutkan bagiku :-( . Melihat hasil yang kucapai dan saingan2 yang ada, ambisi untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan menjadi yang terbaik sirna sudah ... menyadari kemampuan diri .. dan akhirnya bisa lebih santai dalam melihat pengumuman nilai, kadang2 bagus .. seringnya sih pas2an. Allah SWT sangat baik ke aku .. Alhamdulillah aku selalu dapat partner Penelitian, Kerja Praktek dan Rancangan Pabrik yang pintar, rajin dan baik hati .. sehingga sekali lagi Alhamdulillah aku dapat lulus ITB tepat waktu dan juga tentu saja berkat doa ke dua ortu dan saudara2ku yang jauh di Bireuen.
Salam Ina
Dengan harap2 cemas .. kami menanti datangnya sobekan kertas pengumuman tersebut, bapakku ke terminal bus dan pulang dengan membawa sobekan kertas yang hanya seukuran 10 x 10 cm dan namaku tertera di bawah jurusan Teknik Kimia urutan ke 3 setelah Parlindungan ... Evie Siahaan, hanya 3 orang yang test di Medan yang masuk TK ITB, urutan ke 4 dstnya adalah nama teman2 yang test di P. Jawa. Alhamdulillah, kami berpelukan dan shalat sunat syukur. Setelah itu mulailah kebingungan melanda ... kapan waktu pendaftarannya ... apa persyaratannya ... jangan2 sudah terlambat, kog tidak ada pemberitahuan dan kami tidak tau kemana harus mencari info tersebut. Dengan tegas bapakku mengambil keputusan, kita berangkat aja ke Bandung .. terus nanti kita datangin saja bagian administrasi dengan membawa sobekan kertas pengumuman itu... ayo siapkan segala sesuatunya ijazah, rapor dan segala fotocopy yang sudah dilegalisir, akte kelahiran dll.
Dengan diiringi doa ibu, kakak dan adik2ku juga nenek dan saudara2ku yang lain .. aku dan bapak berangkat melalui Medan dengan bus sekitar 8 - 9 jam, lalu naik pesawat ke Jakarta dan dilanjutkan naik mobil ke Bandung .. untung kami punya saudara dekat di Jakarta yang banyak membantu dan di Bandung juga ada kerabat sekampung bapakku. Waktu itu aku sedih banget berpisah dengan keluarga .. terbayang bagaimana kalau ortuku meninggal dunia .. bisa nggak aku melihat jasad mereka ... karena mungkin hanya setahun sekali aku bisa pulang karena jauh dan biayanya mahal.
Sesampai di Bandung, kami nginap di rumah kenalan dan diantar ke BAP di Jl Tamansari, waktu kami ke bagian administrasi petugasnya nanya ..mana surat pemberitahuannya .. walah kami nggak punya, terus kami hanya bisa menunjukkan sobekan kertas pengumuman itu, akhirnya petugas tersebut mempertemukan kami dengan Pembantu Rektor III dan beliau dengan bijaksana memaklumi keadaan dan keterbatasan kami dalam memperoleh informasi .. sehingga aku bisa mendaftar di ITB ... kalau nggak salah waktu itu adalah hari terakhir.
Setelah itu kami sibuk mencari tempat kost2an .. dibantu oleh mahasiswa yang berasal dari Aceh juga, akhirnya dapat di daerah Kebon Bibit Tengah .. tapi masuknya harus menunggu sebulan lagi, selama sebulan itu aku tinggal di rumah kenalan di Jl Cikaso dan belajar naik angkot ke ITB. Setelah urusan pendaftaran dan pencarian kostku beres, bapak pulang ke Aceh setelah memastikan bahwa tidak ada perploncoan di tahun pertama, jika ada plonco .. bapakku diwanti2 ibuku untuk menemani aku karena khawatir kejadian kakakku yang jatuh sakit saat perploncoan di Kedokteran UNDIP terulang. Perpisahan dengan bapak .. membuatku menangis, bapakku berpesan .. belajar yang rajin, jangan lupa shalat dan mengaji, baik2 jaga diri dan jaga kesehatan, kami selalu berdoa untukmu.
Awal kuliah di ITB sempat shock .. teman2 yang dari Jakarta, Bandung, Padang dan kota2 besar lain pintar2 banget, jadi minder nih .. terutama pada pelajaran Konsep Teknologi, ketika mid test pertama .. mungkin nilaiku yang terendah di kelas .. waktu itu aku seperti orang stress naik angkot sendirian dengan pikiran kosong ... untung tidak terjadi apa2 dan sampai ke kost dengan selamat. Aku nelpon ke ortu dan menceritakan hasil test tersebut, mereka membesarkan hatiku .. kamu pasti bisa jangan sedih.
Aku tersadarkan bahwa di atas langit ada langit lagi ... jadi nggak boleh sombong .. walaupun dulu di kampung juara terus .. juga nggak boleh putus asa .. disini lulus dengan nilai C aja sudah bersyukur banget he..he. Alhamdulillah .. tahun pertama bisa lulus dengan nilai yang tidak jelek2 amat he..he, momok DO sangat menakutkan bagiku :-( . Melihat hasil yang kucapai dan saingan2 yang ada, ambisi untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan menjadi yang terbaik sirna sudah ... menyadari kemampuan diri .. dan akhirnya bisa lebih santai dalam melihat pengumuman nilai, kadang2 bagus .. seringnya sih pas2an. Allah SWT sangat baik ke aku .. Alhamdulillah aku selalu dapat partner Penelitian, Kerja Praktek dan Rancangan Pabrik yang pintar, rajin dan baik hati .. sehingga sekali lagi Alhamdulillah aku dapat lulus ITB tepat waktu dan juga tentu saja berkat doa ke dua ortu dan saudara2ku yang jauh di Bireuen.
Salam Ina