Pohon makin sedikit, bernafas makin sulit ... Pohon rindang, hiduppun tenang, jargon ini terbaca ketika bus karyawan Departemen Kehutanan melintas di samping mobil kami ketika pulang kantor, tulisan di badan bus tersebut menjadi inspirasi untuk menulis di blog ini tentang pepohonan he..he.
Ketentuan tentang penanaman pohon juga menjadi salah satu lingkup Kontraktor EPC yang akan membangun Fasilitas Produksi Gas pada proyek gas tempat aku ditugaskan saat ini, terutama terkait dengan kompensasi terhadap CO2 (Karbon Dioksida) yang dihasilkan dari Fasilitas Produksi Gas tersebut. Jumlah pohon yang ditanam harus sesuai dengan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan.
Pada umumnya CO2 memang terkandung di dalam gas alam yang diperoleh dari dalam bumi, kandungan CO2 tersebut bervariasi, ada yang konsentrasinya rendah dengan satuan ppm (part per million) dan ada juga yang kandungannya melebihi kandungan gas Hydrokarbonnya sendiri seperti gas alam yang ada di Natuna, kandungan CO2 nya lebih dari 70 %.
Selain CO2 yang secara alami sudah terkandung di dalam gas alam, CO2
juga dihasilkan dari hasil pembakaran senyawa Hidrokarbon yang digunakan
sebagai bahan bakar pada proses produksi. Bahkan CO2 juga dihasilkan
dari pembakaran (metabolisme) pada tubuh manusia, yang dibahas pada
tulisan ini adalah CO2 yang dihasilkan pada Fasilitas Produksi Gas saja bukan pada manusia (bukan ahli manusia nih he..he).
Perhitungan jumlah CO2 yang dihasilkan dari Fasilitas Produksi meliputi
CO2 yang dihasilkan pada unit pemisahan CO2 (Acid Gas Removal Unit -
AGRU) maupun CO2 yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar yang
digunakan untuk Fasilitas Produksi tersebut.
Untuk gas alam dengan kandungan CO2 kurang dari 5 %, jika peruntukan gas alam tersebut untuk power plant, maka tanpa melakukan pemisahan CO2, gas alam tersebut sudah dapat memenuhi spesifikasi gas yang ditetapkan, pada umumnya kandungan CO2 yang dibolehkan adalah maksimum 5 %. Sehingga emisi CO2nya hanya dihasilkan dari hasil pembakaran bahan bakar baik di Fasilitas Produksi gasnya sendiri maupun di Power Plant tempat produksi listrik dilakukan, termasuk kandungan CO2 di gas alam yang tidak ikut terbakar.
Berbeda dengan gas alam yang diperuntukkan untuk LNG plant, emisi CO2 juga dihasilkan dari unit proses AGRU, karena kandungan CO2nya harus diturunkan dari gas alam sampai sekitar 50 ppm. Unit proses AGRU tersebut diperlukan, karena adanya kandungan CO2 akan mengganggu proses pencairan gas alam, yang dilakukan pada temperatur yang sangat rendah (cryogenic) yaitu - 160 degree Celcius. Gas CO2 akan menjadi padatan (membeku) pada suhu sekitar -78 degree Celcius, sehingga dapat menyumbat aliran gas alam dalam sistem perpipaan / peralatan ketika proses pencairan gas menjadi LNG (Liquified Natural Gas) dilakukan.
Sebagai contoh, untuk proyek yang sedang aku kerjakan, volume gas (gross) yang akan diproses sebesar 60 MMSCFD dengan kandungan CO2 sekitar 4%, jika CO2 harus dihilangkan sampai 50 ppm, maka emisi CO2 yang dihasilkan dari unit AGRU sekitar 2.4 MMSCFD. Untuk kebutuhan tenaga listrik pada fasilitas produksi akan menggunakan bahan bakar gas dengan estimasi sekitar 8% dari volume gas yang diproses, sehingga CO2 yang dihasilkan dari pembangkit listrik tersebut dapat dihitung berdasarkan reaksi pembakaran, dimana senyawa Hidrokarbon yang dibakar (dengan bantuan Oksigen dari udara) akan menghasilkan CO2 dan H2O.
Jumlah pohon yang diperlukan sebagai kompensasi emisi CO2 yang dihasilkan tergantung jenis pohonnya. Dari tabel di bawah ini, pohon trembesi merupakan pohon yang dapat menyerap CO2 lebih besar dibandingkan pohon-pohon lainnya, sehingga untuk dapat menyerap jumlah CO2 yang sama, lahan yang diperlukan untuk pohon trembesi akan lebih kecil dibandingkan pohon-pohon lainnya. Hal ini menjadi pertimbangan utama karena masalah pembebasan tanah untuk lokasi Fasilitas Produksi bukanlah hal yang mudah.
Untuk proyek yang sedang aku kerjakan seperti tersebut di atas, pohon yang diperlukan (estimasi kasar) sekitar 3000 - 4000 pohon trembesi untuk mengkompensasi CO2 yang dihasilkan, perhitungan rinci yang lebih akurat akan ditentukan pada tahap detail engineering. Pohon tersebut akan ditanam di sekitar lokasi Fasilitas Produksi, dengan penanaman pohon tersebut diharapkan kontribusi emisi CO2 dari Fasilitas Produksi terhadap efek rumah kaca di sekitar lokasi dapat dikurangi.
Pada kehidupan sehari-hari, setiap keluarga pasti juga menggunakan bahan bakar untuk memasak di dapur maupun penggunaan kendaraan untuk mobilisasi. Dengan cara yang sama dengan di atas, kita dapat menghitung emisi CO2 yang dihasilkan dari setiap kegiatan masak memasak dan kendaraan yang digunakan, sehingga dapat dihitung jumlah pohon yang perlu ditanam sebagai kompensasi dari emisi CO2 tersebut.
Salam Ina