Di hari ke dua lebaran, Kamis 02/10/08 kami sekeluarga nonton Laskar Pelangi di blitz megaplex Pacific Place (PP). Rencana awalnya pengen nonton di PP Velvet … yang bisa nonton sambil tiduran, harga tiketnya memang mahal yaitu Rp. 250 ribu untuk 1 bed yang bisa diisi 2 orang, tadinya kami pikir Fathur kan masih kecil jadi bisa ikutan nonton bertiga, ternyata tetap tidak boleh … kami diharuskan beli 3 bed, batal deh karena 1 tempat jadi mubazir karena kami berlima, akhirnya mutusin nonton di ruang regular aja, harga tiketnya Rp 50 ribu per orang plus pajak 10 %, sehingga biaya total untuk berlima Rp. 275 ribu.
Yang aku suka dengan jadwal pemutaran film di PP ini, kita tidak kehilangan waktu shalat karena film Laskar Pelangi itu diputar pk. 13:00; 15:45; 18:30 dan 21:45. Kami pilih nonton yang pk. 15:45, sampai PP jam 15:00 setelah beli tiket bisa shalat ashar dulu dan film selesai sebelum shalat maghrib tiba. Musholanya ada di lantai 2 dekat toko optik Lily Kasoem, tempat shalatnya sangat nyaman, bahkan ada petugas yang akan menyapa kita dengan ramah dan menanyakan apakah kita memerlukan pinjaman mukena atau tidak, yang aku suka lagi tempat wudhuknya dilengkapi semacam ambalan kecil untuk tempat kita meletakkan kacamata atau peniti / bros untuk jilbab, pokoknya ok banget deh.
Film Laskar Pelanginya lumayan lah, mungkin bintang *** atau ****, menurutku baca bukunya lebih seru dibandingkan filmnya, mungkin karena aku sudah tau jalan ceritanya dari bukunya. Untuk akting pemeran Laskar Pelangi yang diambil dari anak2 Belitong asli, menurutku ok banget karena mereka bukan bintang film tapi bisa berakting dengan bagus terutama akting pemeran si Mahar.
Pemeran lainnya diisi oleh bintang top semuanya yaitu Lukman Sardi sebagai si Ikal ketika sudah besar, Mathias Muchus dan Rieke "Oneng" sebagai mak dan bapak si Ikal, Cut Mini sebagai bu Muslimah aktingnya bagus, Ikranegara sebagai pak Harfan dan Jajang C Noer sebagai istri pak Harfan. Tora Sudiro sebagai pak Mahmud seorang guru SD PN Timah yang naksir bu Muslimah, cerita mengenai pak Mahmud yang naksir bu Halimah merupakan tambahan di film karena di bukunya tidak ada. Di film ini pak Mahmud bersikap baik dan membela SD Muhammadiyah ketika lomba cerdas cermat sedangkan di buku … pak Mahmud ini guru yang sangat sok pintar. Robby Tumewu juga bermain di film ini sebagai A Miauw bapaknya si A Ling.
Oh ya, ada tambahan tokoh baru yang tidak ada di buku yaitu Slamet Rahardjo sebagai pak Zul teman pak Harfan yang banyak membantu SD Muhammadiyah, yang juga berbeda dibanding bukunya … di film ini pak Harfan meninggal dunia di ruang kerjanya yang membuat bu Muslimah sempat tidak masuk mengajar selama 5 hari dan sebagai gantinya si Ikal dan si Lintang yang jenius itu dengan penuh semangat mengajak teman2nya untuk tetap sekolah dan bahkan mengajar teman-temannya.
Yang membuatku sedih adalah di kehidupan nyata, mungkin banyak anak-anak di seluruh pelosok negeri, yang seperti Lintang pada kisah Laskar Pelangi ini, pintar … tapi bernasib kurang beruntung sehingga harus putus sekolah. Seandainya potensi zakat yang ada di negeri ini yang menurut hitungan di atas kertas berjumlah triliuan rupiah dapat dikumpulkan oleh badan amil zakat yang dipercaya masyarakat, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu keluarga-keluarga miskin, menampung anak yatim piatu sehingga tidak ada lagi anak yang bernasib seperti Lintang yang terpaksa putus sekolah karena harus bertanggung jawab mengurus adik-adiknya yang masih kecil2 ketika bapaknya meninggal dunia.
Bravo untuk Riri Riza si sutradara dan Mira Lesmana selaku produser yang sudah membuat film yang bermutu tontonan keluarga dibandingkan film-film tentang hantu lainnya yang kesannya cari duit banget tidak memikirkan penontonnya mendapat manfaat atau tidak dari karyanya. Juga untuk Andrea Hirata pengarang Laskar Pelangi ... buku2nya bagus semua, ditunggu buku keempatnya.
Salam Ina
Yang aku suka dengan jadwal pemutaran film di PP ini, kita tidak kehilangan waktu shalat karena film Laskar Pelangi itu diputar pk. 13:00; 15:45; 18:30 dan 21:45. Kami pilih nonton yang pk. 15:45, sampai PP jam 15:00 setelah beli tiket bisa shalat ashar dulu dan film selesai sebelum shalat maghrib tiba. Musholanya ada di lantai 2 dekat toko optik Lily Kasoem, tempat shalatnya sangat nyaman, bahkan ada petugas yang akan menyapa kita dengan ramah dan menanyakan apakah kita memerlukan pinjaman mukena atau tidak, yang aku suka lagi tempat wudhuknya dilengkapi semacam ambalan kecil untuk tempat kita meletakkan kacamata atau peniti / bros untuk jilbab, pokoknya ok banget deh.
Film Laskar Pelanginya lumayan lah, mungkin bintang *** atau ****, menurutku baca bukunya lebih seru dibandingkan filmnya, mungkin karena aku sudah tau jalan ceritanya dari bukunya. Untuk akting pemeran Laskar Pelangi yang diambil dari anak2 Belitong asli, menurutku ok banget karena mereka bukan bintang film tapi bisa berakting dengan bagus terutama akting pemeran si Mahar.
Pemeran lainnya diisi oleh bintang top semuanya yaitu Lukman Sardi sebagai si Ikal ketika sudah besar, Mathias Muchus dan Rieke "Oneng" sebagai mak dan bapak si Ikal, Cut Mini sebagai bu Muslimah aktingnya bagus, Ikranegara sebagai pak Harfan dan Jajang C Noer sebagai istri pak Harfan. Tora Sudiro sebagai pak Mahmud seorang guru SD PN Timah yang naksir bu Muslimah, cerita mengenai pak Mahmud yang naksir bu Halimah merupakan tambahan di film karena di bukunya tidak ada. Di film ini pak Mahmud bersikap baik dan membela SD Muhammadiyah ketika lomba cerdas cermat sedangkan di buku … pak Mahmud ini guru yang sangat sok pintar. Robby Tumewu juga bermain di film ini sebagai A Miauw bapaknya si A Ling.
Oh ya, ada tambahan tokoh baru yang tidak ada di buku yaitu Slamet Rahardjo sebagai pak Zul teman pak Harfan yang banyak membantu SD Muhammadiyah, yang juga berbeda dibanding bukunya … di film ini pak Harfan meninggal dunia di ruang kerjanya yang membuat bu Muslimah sempat tidak masuk mengajar selama 5 hari dan sebagai gantinya si Ikal dan si Lintang yang jenius itu dengan penuh semangat mengajak teman2nya untuk tetap sekolah dan bahkan mengajar teman-temannya.
Yang membuatku sedih adalah di kehidupan nyata, mungkin banyak anak-anak di seluruh pelosok negeri, yang seperti Lintang pada kisah Laskar Pelangi ini, pintar … tapi bernasib kurang beruntung sehingga harus putus sekolah. Seandainya potensi zakat yang ada di negeri ini yang menurut hitungan di atas kertas berjumlah triliuan rupiah dapat dikumpulkan oleh badan amil zakat yang dipercaya masyarakat, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu keluarga-keluarga miskin, menampung anak yatim piatu sehingga tidak ada lagi anak yang bernasib seperti Lintang yang terpaksa putus sekolah karena harus bertanggung jawab mengurus adik-adiknya yang masih kecil2 ketika bapaknya meninggal dunia.
Bravo untuk Riri Riza si sutradara dan Mira Lesmana selaku produser yang sudah membuat film yang bermutu tontonan keluarga dibandingkan film-film tentang hantu lainnya yang kesannya cari duit banget tidak memikirkan penontonnya mendapat manfaat atau tidak dari karyanya. Juga untuk Andrea Hirata pengarang Laskar Pelangi ... buku2nya bagus semua, ditunggu buku keempatnya.
Salam Ina
No comments:
Post a Comment