Saturday, September 12, 2009

Menghadapi Kematian Anak

Tadi pagi dapat berita, anak dari temanku meninggal dunia kemaren sore ... Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun .. sedih sekali rasanya .. apalagi si anak sudah beranjak dewasa berumur 19 tahun, dan sebabnya adalah sakit. Ketika tadi melayat ke rumah temanku itu .. aku tidak berani banyak bertanya, karena temanku sedang dalam keadaan berduka dan sedang sakit kepala yang hebat mungkin karena sangat sedih dan juga kecapekan. Semoga almarhum mendapatkan sebaik-baik tempat di sisi Allah SWT dan semoga temanku dapat ikhlas dan sabar menyikapi ketentuan Allah SWT ini.

Seperti yang dikatakan pak ustadz pada ceramah shalat dhuhur di kantor .. ada 3 misteri kematian yaitu sebab, kapan dan tempat. Musibah kematian bisa datang kapan pun, dimana pun dan oleh berbagai sebab tanpa bisa diprediksi atau dihindari. Dan ketika kematian menimpa salah satu anggota keluarga, apalagi anak yang keberadaan dan kehadirannya selalu dirindukan, guncangan dan kesedihan nan hebat tentu akan menghunjam dada orangtua. Ada yang hilang dari kehidupan.

Hasil searching di internet ... menyikapi kematian anak

Dalam menghadapi cobaan hidup itu kita berdo'a, "Ya Allah, ringankanlah kami menanggung beban musibah dunia. Berikanlah kami sifat ridha atas qadha dan qadharMu. Pimpinlah kami di dunia dan di akhirat, karena hanya Engkau-lah sebaik-baik pemimpin, wahai Tuhan Seru sekalian alam."

Ketika seorang muslim mencapai taraf iman dan keyakinan yang tinggi, mempercayai ketentuan takdir, baik dan buruknya itu adalah dari Allah SWT, maka akan tampak kecil segala peristiwa dan musibah yang menimpa dirinya. Ia akan berserah diri kepada Allah SWT, jiwanya akan merasa tenang, hatinya akan tabah menghadapi cobaan, ridha akan ketentuan Allah dan tunduk kepada takdirNya.

Sehingga dengan berlandaskan iman semacam itu, Nabi SAW telah memberitahukan kepada umatnya bahwa siapa pun yang ditinggal oleh kematian anaknya, kemudian ia bersabar dan mengucapkan, "Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un." (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepadaNyalah kami akan kembali). Maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga yang diberi nama Baitul Hamdi (Rumah Pujian).

Akhirnya, tidak diragukan lagi, jika iman kepada Allah SWT ini benar-benar telah meresap di dalam kalbu. Ia akan membuat keajaiban-keajaiban. Sebab, iman itu sesungguhnya dapat mengubah seseorang dari kondisi lemah menjadi kuat. Pengecut menjadi pemberani. Bakhil menjadi dermawan. Dan dari gelisah menjadi tabah.

Hasil searching dari internet, dari segi psikologi ...

Menghadapi kematian orang yang dicintai, terutama anak-anak, memang tidak mudah. Psikolog keluarga Widiawati Bayu, Psi dari PT Kasandra Persona Prawacana mengatakan, kesedihan dan kehilangan itu biasanya dirasakan lebih menusuk oleh orangtua dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya. Rasa kehilangan itu akan semakin dalam dirasakan oleh orangtua apabila kematian anak datang mendadak, karena kecelakaan atau pun tanpa adanya gejala penyakit berat.

Dari beberapa kasus kematian anak, banyak orangtua yang menjadi syok, panik, trauma, bahkan depresi. Reaksi yang ditimbulkan berbeda-beda sesuai dengan pengalaman yang ditinggalkan. “Pada kasus anak yang mengalami sakit berkepanjangan, secara tidak disadari orangtua sudah memiliki mental yang lebih kuat. Orangtua juga sudah memperkirakan bahwa kemungkinan kesembuhan minim.

Orangtua justru akan mengalami syok pada awal anak didiagnosis menderita penyakit tertentu yang kemungkinan sulit sembuh,” tutur Widia. Penderitaan atau kesedihan yang bermula dari syok ini, dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan diri yang kemudian diikuti ketakutan dan kemarahan. Perasaan tersebut hanya dapat dihilangkan oleh kekuatan diri sendiri, dukungan dari pasangan, serta bantuan dari lingkungan.

Saat tengah terpuruk dalam duka, setiap individu mungkin merasa berada pada bagian yang paling bawah, yang sekedar untuk bangkit dari kursi pun membutuhkan dorongan semangat dari orang lain. “Namun sebagai pasangan, Anda pun harus berusaha mendukung pasangan Anda, meskipun Anda sendiri tengah berjuang menghilangkan keputusasaan. Manusia boleh berencana namun semuanya Tuhanlah yang menentukan.

Oleh karena itu, meskipun bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu untuk bangkit dari kesedihan, namun Widia menyarankan agar orangtua segera menata kembali kehidupan keluarganya. “Kehidupan di luar tidaklah mandek tetapi harus berjalan. Oleh karena itu, orangtua perlu bersama-sama saling bergandengan tangan untuk memulai kehidupan meski dalam suasana yang berbeda,” lanjut Widia.

Tips: Menghadapi Kematian Anak

Bagaimanapun kondisinya, sedikit banyak pasangan Anda memiliki latar belakang yang berbeda dengan Anda. Maka akan lebih baik jika Anda melakukan beberapa hal berikut, untuk memulihkan diri sendiri dan untuk memperbaiki hubungan dengan pasangan dan anggota keluarga lainnya.
  1. Jangan biarkan kesedihan terus melanda diri Anda. Misalnya dengan mengulang-ulang kembali peristiwa kematian anak baik dalam kata-kata maupun ingatan. Segeralah berpikiran positif dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat diri Anda aktif kembali.
  2. Suatu keadaan yang wajar bila Anda masih merasa bersalah atas kematian si anak, maka ceritakanlah segala hal yang ada di benak Anda, dan berbagilah perasaan ini kepada pasangan. Yang paling penting adalah belajar memaafkan diri sendiri, sehingga beban Anda bisa menjadi berkurang.
  3. Luangkanlah waktu sejenak untuk berdiskusi dengan pasangan mengenai hal-hal yang perlu Anda berdua lakukan di masa yang akan datang. Berusahalah untuk saling memberi dorongan untuk tetap menjalankan rutinitas sehari-hari.
  4. Ingat! Jangan lupakan anak-anak Anda yang lain. Mereka juga bersedih dan membutuhkan dukungan serta ketegasan cinta dari Anda. Tunjukkan cinta Anda kepada anak-anak yang lain, dan katakanlah kalau Anda sangat menyayangi mereka. Tunjukkanlah sikap kesediaan untuk mendengar pertanyaan anak. Jawablah pertanyaan anak dengan jujur dan sederhana.
  5. Jika memang dibutuhkan, Anda juga dapat menceritakan kesedihan Anda pada teman atau saudara. Mintalah saran dari mereka mengenai apa yang sebaiknya Anda lakukan saat ini. Bisa jadi, Anda dapat memetik pengalaman teman yang pernah mengalami peristiwa serupa.
  6. Berusahalah untuk menciptakan suasana baru di rumah. Misalnya, dengan mengganti dekorasi rumah dan warna cat, menata ulang perabot rumah tangga dan taman, dan sebagainya. Atau rencanakan liburan bersama dengan seluruh anggota keluarga.
  7. Mengemasi barang-barang milik si anak bukan berarti kita tidak menyayanginya dan ingin melupakannya. Namun mengemasi barang-barang si anak itu merupakan bentuk keikhlasan Anda untuk menerima ketidakberadaannya bersama Anda, dan kesediaan Anda untuk mencoba menata hidup kembali.
  8. Buatlah sebuah rencana dan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama-sama, seperti berjalan-jalan, menonton film bersama, dan lain-lain. Dengan meningkatkan kegiatan bersama-sama maka rasa kehilangan bisa berangsur-angsur pulih.
Semoga bermanfaat
Salam Ina

No comments: