Saturday, March 19, 2011

Jepang,Tsunami & Radiasi Nuklir

Walau sudah seminggu lebih berlalu, pada kesempatan ini kami mengucapkan simpati dan duka yang mendalam buat keluarga korban gempa & tsunami di Jepang tanggal 11 Maret 2011 yang menghancurkan tiga wilayah setingkat provinsi di Jepang, yakni: Fukushima, Miyagi, dan Iwate. Rilis terakhir dari Pemerintah Jepang tanggal 18 Maret 2011, korban yang tewas diperkirakan 18.000-an lebih. Penderitaan para korban gempa & tsunami yang masih hidup dan kini mengungsi juga makin berat karena cuaca yang dingin terutama pada malam hari, tanpa adanya listrik & pemanas, tanpa pakaian tebal/selimut yang memadai dan tempat pengungsian yang terbatas fasilitasnya. .

Selain itu ada bahaya lain yang juga mengancam yaitu radiasi nuklir akibat rusaknya sistem pendingin reaktor nuklir PLTN di Fukushima. Kutipan dari Kompas menjelaskan .... ketika gempa besar mengguncang Prefektur Fukushima, reaksi nuklir dalam inti reaktor di PLTN yang berada di dekat pantai itu otomatis berhenti sesuai dengan prosedur operasi standar yang dirancang. Namun, dengan terhentinya reaksi fisi itu, teras tempat berlangsungnya proses tidak langsung mendingin. Bangunan teras yang terendam air masih bersuhu tinggi, karena itu pendinginan harus terus dilakukan dengan mengalirkan air ke teras
.
Dengan berhentinya aliran listrik akibat gempa, ada mesin genset yang akan bekerja menggantikannya, sayangnya, mesin genset itu gagal beroperasi. Skenario berikutnya adalah menggunakan baterai cadangan yang dapat bekerja selama 8 jam. Namun, ini tidak cukup berarti dalam mendinginkan teras, meski dilakukan pendinginan, suhu di dalam reaktor masih di atas 1.000 derajat Celsius. Kondisi ini menyebabkan terjadinya reaksi antara zirkonium dan air menghasilkan gas hidrogen hingga tekanan dalam ruang reaktor naik. Hal ini mendorong dibukanya saluran keluar, ledakan terjadi karena gas Hidrogen dari dalam reaktor bertemu dengan Oksigen di luar.

Pemerintah Jepang dan Tepco (Tokyo Electric Power Co.) selaku pemilik reaktor nuklir tersebut terus melakukan usaha2 pendinginan reaktor dengan menggunakan helikopter yang membawa ber-ton2 air yang disemprotkan ke reaktor2 nuklir tersebut, namun kelihatannya kondisi makin memburuk, sudah 3 reaktor nuklir yang rusak.

Kabar dari Kompas hari Sabtu 19 Maret ini menyebutkan ancaman nuklir naik ke level 5. Level ancaman ini merujuk Skala Kejadian Radiologi dan Nuklir Internasional (INES) yang diperkenalkan IAEA. Ada 7 skala dimana level 1-3 termasuk insiden dan 4-7 disebut kecelakaan. Level 7 (terburuk) pernah terjadi di Chernobyl, Ukraina pada tahun 1986. Jika keadaan tidak dapat teratasi, Tepco sudah mempertimbangan akan menimbun reaktor yang rusak dengan beton dan pasir untuk mencegah bencana kebocoran radiasi.
Semoga bencana nuklir ini tidak terjadi karena akibatnya sangat mengerikan bagi manusia, alam dan lingkungan hidup.

Cerita-cerita tentang kebersamaan dan kesabaran masyarakat dan kesigapan Pemerintah Jepang dalam menghadapi musibah gempa, tsunami dan ancaman radiasi nuklir ini begitu mengesankan dan perlu kita jadikan contoh. Dalam keadaan yang serba darurat mereka saling membantu, tetap tertib dan menjunjung tinggi etika dan kesopanan. Tidak terdengar adanya peristiwa kriminal yang biasa terjadi di daerah bencana seperti penjarahan, perebutan makanan, penyerobotan antrean dll. Seperti kisah2 yang dituliskan oleh beberapa WNI yang tinggal di Jepang dan mengalami sendiri masa-masa sulit ini. Pemerintah Jepang selalu minta maaf karena terjadi pemadaman listrik dan memberi petunjuk dan arahan bagi masyarakatnya dalam menghadapi bencana tersebut, semua orang bekerja keras dan tahu apa yang harus mereka lakukan. Semoga masyarakat Jepang dan Pemerintahnya dapat mengatasi keadaan darurat yang kini menimpa sebagian wilayah dan masyarakatnya.

Salam Ina

No comments: